JAKARTA – Penggelapan saham wartawan Jawa Pos oleh Dahlan Iskan diharapkan Indonesia Police Watch (IPW) dituntaskan secara profesional dan akuntabel. Di mana harapan IPW ditujukan pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim yang menangani kasus ini.
Hal ini karena para karyawan yang pernah bekerja di Jawa Pos ternyata tidak pernah memperoleh manfaat dari saham yang dititipkan Dahlan Iskan tersebut. Kasus ini sendiri diadukan oleh pengacara Ganing Pratiwi dari Law Firm Duke Arie & Associates yang menjadi kuasa hukum dari mantan karyawan Jawa Pos tentang dugaan penggelapan deviden saham 20 persen milik eks Yayasan Karyawan Jawa Pos yang saat ini bernama Yayasan Pena Jepe Sejahtera berdasarkan pasal 372 KUHP juncto pasal 374 KUHP.
Ketua IPW Sugen Teguh Santoso mengatakan, pihak Ditreskrimsus Polda Jatim telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan bernomor SP.Lidik/3164/X/RES.2.2/2023/Ditreskrimsus tertanggal 10 Oktober 2023 kemarin. Sedangkan laporan informasi masalah penggelapan terintergrasi dengan nomor LI/1704/X/RES.2.2/2023/Ditreskrimsus tanggal 9 Oktober 2023.
“Kasus ini berawal pada tahun 1985, saat PT Jawa Pos membagikan saham 20 persen kepada para karyawan secara kolektif melalui Yayasan Karyawan Jawa Pos,” kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/12/2023).
Tetapi, disebutkan Sugeng, tahun 2002 lalu, saat RUPS PT Jawa Pos disetujui pengalihan saham milik Yayasan Karyawan Jawa Pos kepada Dahlan Iskan untuk selanjutnya membentuk badan dana pensiun karyawan Jawa Pos yang akan menggantikan fungsi Yayasan Karyawan Jawa Pos dimana saham 20 persen milik karyawan Jawa Pos tersebut harus dikembalikan.
“Yayasan Karyawan Jawa Pos itu dibubarkan oleh karena peraturan perundang-undang tentang yayasan tidak memperbolehkan membagikan hasil usaha kepada perangkat yayasan. Sehingga, Yayasan Karyawan Jawa Pos melakukan perjanjian hibah saham 20 persen kepada Dahlan Iskan yang dimana dalam akta notaris pengalihan tersebut diatur kewajiban Dahlan Iskan untuk menyerahkan kembali 20 persen kepada lembaga yang menggantikan fungsi Yayasan Karyawan Jawa Pos,” tulis Sugeng.
Kemudian di tahun 2016, Dahlan Iskan mengalihkan saham yang menjadi Hak eks Yayasan Karyawan Jawa Pos dengan cara jual beli kepada pemegang saham PT Jawa Pos lainnya yaitu Ratna Dewi, Harjoko Trisnadi, Dorothea, Goenawan Muh, Fikri Jufri, Lukman S, PT Grafiti Perss.
Pada Tahun 2022, Dahlan Iskan dalam Akta Van Dading atau Akta Perdamaian Nomor: 125/Pdt.G/2022/PN. SBY dengan para mantan karyawan Jawa Pos yang mewakili eks Yayasan Karyawan Jawa Pos sepakat untuk membentuk lembaga pengganti untuk mengganti Yayasan Karyawan Jawa Pos yang memiliki hak untuk menerima dan memiliki saham 20 persen dari PT Jawa Pos.
Sehingga, mantan karyawan Jawa Pos membentuk badan hukum Yayasan Pena Jepe Sejahtera yang berdasarkan akta van dading di atas menggantikan fungsi dari Yayasan Karyawan Jawa Pos sebelumnya untuk mengambil alih 20 persen saham PT Jawa Pos yang dihibahkan kepada Dahlan Iskan.
“Tapi, sampai saat ini saham tersebut belum dialihkan kembali oleh Dahlan Iskan karena telah diperjual belikan kepada pihak lain yang tidak memiliki hak atas saham tersebut,” ungkap Sugeng.
Dia mengatakan, IPW berpendapat bahwa telah terjadi tindak pidana penggelapan saham karyawan Jawa Pos oleh terduga DI yang tempusnya pada tahun 2016 saat DI mengalihkan saham pada Ratna dewi, Harjoko Trisnadi, Gunawan Muhammad, fikri Jufri dan lainnya tersebut.
Oleh karena itu, IPW berharap Ditreskrimsus Polda Jatim menangani kasus dugaan penggelapan deviden saham 20 persen karyawan Jawa Pos secara profesional dan akuntabel agar rasa keadilan dapat diwujudkan. Apalagi saat ini terdapat informasi saksi Ratna Dewi Wonoatmojo beberapa kali diminta keterangan tetapi tidak hadir.
“IPW mendesak pelaporan karyawan Jawa Pos segera dinaikkan pada status penyidikan dan menetapkan tersangkanya guna memenuhi rasa keadilan,” tuturnya.