Tegal – Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai penjajahan Belanda, termasuk bagi wilayah-wilayah yang ada Indonesia.
Tertulis selama 350 tahun Indonesia dijajah Belanda. Dalam kurun waktu selama itulah banyak beberapa bangunan atau peninggalan Belanda yang sampai detik ini masih bisa dilihat.
Sejarah panjang itu juga tidak lepas dari Kota Tegal, banyak peninggalan sejarah yang masih eksis terutama komplek pemakaman Belanda yang bernama Kerkhof Tegal di Jalan Hang Tuah Kota Tegal.
Penggiat Sejarah Tegal sekaligus Founder Kerkhof Tegal, Bijak Cendekia Sukarno (38) mengisahkan, dahulu Kerkhof Tegal diisi oleh makam-makam para pejabat tinggi dan orang-orang Belanda pada masa itu. Berdasarkan catatan dari Pemkot Tegal tahun 2000 terdapat 1.253 makam Belanda di Kerkhof Tegal, namun seiring berjalannya waktu hingga tahun 2023 hanya menyisakan puluhan saja.
“Tahun 2000 saat saya masih di Tegal ada sekitar 1.253 makam, namun saat saya kembali sekitar tahun 2023 tinggal 37 makam. Kondisi itu cukup memprihatinkan,” katanya saat dihubungi Rupol.co, Minggu (14/1).
Berdasarkan hasil penelusuran timnya, banyak pejabat-pejabat Tegal kala itu disemayamkan di Kerkhof Tegal, tidak hanya para pejabat tinggi pemerintahan saja melainkan ada makam-makam pejabat tinggi, makam dokter, juru tulis, guru, ahli botani, pastur hingga makam tentara.
“Menurut catatan sejarah harusnya ada makam tertua sekitar tahun 1786 yaitu makam seorang resident saat ini kita tengah berupaya melakukan pencarian. Makam tertua kedua tahun 1833 relatif utuh yaitu makam Resident Tegal yg bernama Pieter Van De Poel,” ungkapnya.
Di lokasi itu terdapat makam khusus tentara Belanda di era agresi militer 1 dan 2 , makamnya ditempatkan khusus seperti didalam sebuah bangunan berbentuk kotak yang di dalamnya terdapat 36 kerangka manusia yang dapat dilihat secara langsung, karena kondisi makam yang sudah bolong.
“Uniknya lagi berdasarkan batu nisan milik Anna Pauline yang bertuliskan meninggal tahun 1800, nama Kota Tegal ditulis dengan kata Tagal, artinya dahulu nama kota kita ini Tagal bukan Tegal,” ucapnya.
Fakta unik lainnya adalah kualitas marmer. Menurut Bijak kualitas marmer berbeda. Marmer tahun 1800 didatangkan langsung dari Italia, dengan ciri khas terdapat tulisan nama perusahaan marmer di bagian sudut bawah. Namun pada 1900 ada perusahaan saingan yang berada di Indonesia, sehingga kualitasnya berubah.
Ada pula makam khusus anak-anak orang Belanda yang terpisah, rata-rata mereka berusia maksimal 12 tahun. Meninggalnya anak-anak tersebut sebagian besar akibat dari wabah malaria.
“Dari sejarah itulah saat ini kami tengah berusaha menyelamatkam peninggalan sejarah,” terangnya.
Bijak menyayangkan upaya penyelamatan ini tidak mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal. Sehingga upaya-upaya yang dilakukan selama ini hanya mengandalkan dana pribadi serta sumbangan.
“Saat ini kami tertatih-tatih melakukan upaya penyelamatan ini,” imbuhnya.
Meski demikian ia beserta tim lainnya tidak patah semangat untuk terus melakukan upaya penyelamatan peninggalan sejarah. Berkat kegigihan dirinya serta teman-temannya lambat laut Kerkhof Tegal semakin dikenal oleh masyarakat luas, tidak hanya dari kota Tegal saja melainkan hingga ke Negara Belanda.
“Banyak yang datang dari luar Tegal. Bahkan ada juga ahli waris dari Belanda yang telepon menanyakan kondisi makam leluhurnya,” imbuhnya.
Bijak berharap ke depan pihaknya mendapatkan bantuan dan perhatian serius dari Pemkot Tegal, sehingga keberlangsungan makam Belanda ini bisa menjadi salah satu bukti sejarah Kota Tegal.
“Dengan adanya Kerkhof ini menandakan bahwa dahulunya Tegal merupakan kota yang besar. Saya berharap Pemkot Tegal memperhatikan nasib Kerkhof,” pungkasnya. (WSH)