JAKARTA – Pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang dibarengi baik pemilihan presiden (pilpres) maupun pemilihan legislatif (pileg) cukup menggemparkan. Pasalnya salah satu paslon dari 3 caon yang ada memiliki kemangan lebih dari 50 persen.
Namun yang lucunya, justru paslon yang angkanya kalah tetapi partai yang mendukungnya justru mendapat presentase angka tinggi. Ini menjadi sebuah fenomena baru. Namun fenomena apakah ini?
Menurut pengamat politik Citra Institute Efriza mengatakan, masyarakat jelas menunjukkan perilaku berbeda dalam mensikapi dua pilihan antara pilpres dan pileg. Dia mengatakan, caleg mendekat pada masyarakat dan memberikan sentimen positif.
“Kehadiran para caleg,mereka diterima oleh masyarakat. Petahana juga memungkinkan terpilih kembali. Ada kemungkinan para calegnya memperoleh simpatik masyarakat, karena mereka kurang gencar turut mensosialisasikan capresnya memungkinkan para caleg lebih prioritaskan diri mereka karena situasi pilpres amat panas, ketimbang tak menang di Pileg lebih baik tak jadikan prioritas mengkampanyekan para capres-cawapresnya,” kata Efriza kepada Rupol.co.
Diamenjelaskan ini juga menunjukkan bahwa 01 dan 03 memungkinkan rapuh secara kepartaian, secara hubungan partai dan konstituen tidak selalu selaras antara pilihan di Pilpres dan Pileg. Maka semakin jelas Party ID di Indonesia kecil, sehingga perpindahan suara pemilih kepada caleg, atau capres ditentukan oleh personal masing-masing.
“Jadi tak ada urusan arahan partai untuk memilih capres yang diusungnya. Ini menunjukkan konstituen partai tidak lagi bersifat top-down. Ini juga menunjukkan sifat asas pemilu rahasia, membuktikan mereka konstituen partai tapi soal memilih hak pribadi rahasia dirinya sendiri,” tambahnya.
Efriza menegaskan, ini sekaligus bukti kegagalan visi-misi, tawaran gagasan, dan kampanye etika yang dilakukan oleh 01 dan 03, masyarakat tak tertarik oleh apa yang disampaikan oleh kedua capres tersebut. Jika soal visi-misi bukan point terbesar, maka membuktikan masyarakat enggan memilih Anies dan Ganjar.
Kedua capres ini dianggap tak layak jadi presiden, bisa jadi masyarakat menilai Anies dan Ganjar kinerjanya tidak membanggakan sebagai eksekutif daerah makanya tidak layak naik tingkat untuk dipilih dalam Pilpres.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!