JAKARTA – Dalam hasil hitung cepat atau quick count, pasangan nomor 2 Prabowo-Gibran menang dengan hasil di atas 50 persen. Dengan hasil ini, tinggal menunggu hasil real count dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, hasil quick count pun ternyata membuat beberapa petinggi partai mulai mendekati pasangan Prabowo-Gibran untuk bisa berdiri bersama di pemerintahan. Melihat hal ini, pengamat politik Citra Institute Efriza mengungkapkan satu dari banyak partai yang akan memilih sebagai oposisi.
Dia menyebutkan, PDIP menjadi salah satu yang akan memilih sebagai oposisi jika satu putaran dimenangkan oleh Prabowo-Gibran. Sebab dikatakan Efriza, ini terkait soal harga diri.
“Bak satu orang Jokowi telah mengalahkan satu organisasi PDIP. Apalagi ini PDIP partai lama, partai besar berperingkat pertama,” ungkap Efriza kepada Rupol.co, Kamis (15/2/2024).
Dia menjelaskan, kekalahan PDIP seolah menjawab perdebatan soal apakah Jokowi dan PDIP bisa memerintah dua periode ini. Karena faktor besar Jokowi atau menang faktor PDIP-nya pasca oposisi.
“Seorang ‘petugas partai’ sepwrti Jokowi, yang dianggap ‘cupu‘, wong deso, terkesan telah mengalahkan ketua umum seklaigus ikon partai PDIP beserta organisasinya,” kata Efriza.
Menurutnya, ini ditenggarai akan melipatkan energi besar dari semangat PDIP untuk menjadi oposisi. Hal ini juga didorong oleh fakta bahwa menjadi oposisi, PDIP juga pernah keren, bahkan berhasil memerintah karena dari oposisi di masa Orde Baru dan di Masa Era SBY.
“Hanya saja beda nuansa emosinya walau tetap sama yang disakiti adalah Ketua Umum PDIP dan Ikon PDIP. Emosi sekarang, jelas karena Jokowi adalah kadernya PDIP tapi malah ia mengendorse Prabowo dan mengajukan anaknya, kalo bahasa sarkasnya, Jokowi bak anak ‘durhaka’ bagi PDIP kepada ibu ketua umumnya,” ungkap Efriza.
PDIP tidak akan marah kepada Prabowo dan Gerindra tapi ia sakit hati sama perilaku Jokowi dan keluarganya, begitu juga Gibran. Sebab tanpa Jokowi maupun obsesi Gibran, diyakini PDIP bisa “metal akronim menang total” bukan malah tersingkir dari keinginan hattrick di pemerintahan, lalu menjadi “losser”, Banteng Moncong Putih tak lagi berada di Istana.
“Ini menyakitkan, bagi PDIP, diyakini Prabowo dan Gerindra bisa dijungkalkan ketiga kalinya di Pilpres oleh PDIP, jika tanpa peran Jokowi,” terang Efriza.
“Jadi, andai Prabowo-Gibran ditetapkan satu putaran, maka dinamika politik, serangan kepada pemerintahan Jokowi saat ini akan kiat keras, bahkan Prabowo-Gibran pemerintahannya ditunggu dan ditantang layaknya part dua hubungan panas ini,” tambahnya.