JAKARTA – Banyak pakar dan pengamat yang menyikapi terkait parliamentay threshold. Selain Hananto Widodo, salah satu pakar hukum I Made Leo Wiratma pun ikut bicara terkait hal ini.
Dia mengatakan, pada dasarnya UUD 1945 tidak mengatur tentang parliamentary threshold. Namun dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu, telah mengatur tentang hal itu, yakni 4 persen dari suara sah nasional.
“Tujuan pengaturan ini adalah untuk membatasi jumlah partai politik peserta pemilu, mengingat sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah sistem presidensial,” jelas Leo yang dihubungi Rupol.co, Jumat (1/3/2024).
Dia mengatakan, banyaknya partai mengindikasikan sistem parlementer, sehingga banyaknya partai dalam sistem presidensial menjadikan sistem pemerintahan tidak jelas. Itulah sebabnya DPR dan Pemerintah mencantumkan ketentuan parliamentary threshold sebagai upaya purifikasi sistem presidensial.
“Argumen ini didasari oleh Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 yang menyatakan ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan UU. Karena belum diatur dalam UUD 1945 maka UU No. 7 Tahun 2017 kemudian mengaturnya. Dari segi ini dapat dianggap bahwa UU Pemilu menjalankan perintah UUD,” ungkapnya.
Sebaliknya memang ada pendapat lain yang juga memiliki argumen yang kuat dimana ketentuan parliamentary threshold dapat menghilangkan sebagian suara warga negara sehingga menggerus kedaulatan rakyat. Hal ini kemudian ditafsirkan sebagai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang.
Leo menjelaskan, jika ketentuan parliamentary threshold dihapus maka akan ada partai-partai kecil dengan kursi sedikit di DPR. Ini juga kemudian akan menyulitkan partai kecil ini untuk membuat fraksi yang minimalnya mempunyai jumlah anggota sejumlah Komisi DPR.
“Sekarang jumlah Komisi DPR ada 11, jika anggotanya kurang dari 11 lalu bagaimana. Lalu jumlah partai akan terus banyak sehingga sistem pemerintahan menjadi sistem presidensial ‘rasa’ parlementer. Jadi semua pendapat ada benarnya dan ada kekurangannya, tinggal sekarang sistem mana yang hendak dipakai. Perlu pembahasan yang mendalam dan komprehensif agar perubahan sistem yang hendak dipakai tidak sekedar coba-coba,” tambahnya.