JAKARTA – Data exit poll indikator perolehan suara Gerindra mencapai 20 persen. Namun nyatanya di quick count angkanya jauh berbeda yakni hanya 12-13 persen.
Ternyata, ada beberapa cara yang digunakan oleh Indikator. Sehingga hasil di exit poll dan quick count data yang di dapat berbeda.
Hal ini ditanggapi salah satu ketua KPPS di Depok yang juga seorang pengamat. Efriza dari Citra Institute mengatakan, Indikator menggunakan dua cara sekaligus yakni wawancara pemilih di TPS dan dari C-Hasil.
“Jadi, jika yang exit poll memprediksi lebih dulu dari wawancara kepada pemilih yang telah emmberikan suaranya sebagai sample informan basis datanya adalah opini pemilih,” kata Efriza kepada rupol.co.
Dia mengatakan, sedangkan hasis quick count adalah basis suara. Di mana relawan Indikator menunggu proses hasil penghitungan suara.
Sehingga bisa dikatakan keduanya bisa dijadjkan patokan. Tetapi yang berbasis suara lebih tepat karena relawan Indikator memfoto C-Hasil Pleno penghitungan suara.
“Meski begitu mereka tidak mengambil seluruh TPS. Hanya dipilih beberapa yang dijadikan sample,” kata dosen Ilmu Pemerintahan Unpam tersebut.
Jadi dia mengatakan, kedua proses itu pada dasarnya sama-sama baik dan bisa dijadikan tolak ukur. Hanya yang berbasis suara tentu lebih mewakili, meski begitu kedua teknik survei itu hanya sebagai basis pemahaman pemilih saja, tetap yang jadi utama adalah penetapan hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara atau real count dari KPU.
“Indikator itu pakai dua model, jadi memungkinkan exit poll, dijawab dengan ngasal oleh pemilih, mana kita tahu, kan opini si pemilih saat sudah coblos. Misal, ditanya siapa yang di pilih partai? Dia jawab gerindra, padahal coblos pks, karena rahasia,” tutupnya sambil bercanda