SERANG – PT. Datong Lightway International Technology diduga menggunakan preman untuk menyerang massa dari Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki), Komnas PPLH dan elemen masyarakat.
Aksi yang sedianya hendak mereka gunakan untuk penyampaian petisi terhadap perusahaan di Cikande dibubarkan preman, bahkan ketua Komnas PPLH sempat dikeroyok dan dikejar-kejar sekumpulan preman.
Massa sekitar 120 orang itu sempat melakukan orasi dan pembacaan petisi terhadap PT. Datong Lightway International Technology yang telah melakukan pembuangan limbah di belakang pabrik.
Aktivitas perusahaan smelter pengolahan bijih timah itu juga telah menyemburkan asap hitam pekat dan menyebarkan bau menyengat yang menyebabkan mata pedih, perut mual dan sesak nafas.
Di tengah orasi yang disampaikan oleh Sukiman tiba-tiba ada yang melempar gelas kopi tepat terkena mukanya, sehingga suasana langsung gaduh. Seketika itu muncul 30 orang yang diduga preman dari dalam perusahaan langsung menyerang dan mengintimidasi massa aksi.
“Iya betul, aksi kami tadi diserang sekelompok massa seperti preman. Beberapa orang sempat dipukuli dikejar-kejar. Karena situasi tidak kondusif, massa kita geser ke tempat lain menjauh dari lokasi perusahaan,” kata Koordinator aksi yang juga Ketua Lemtaki, Edy Susilo kepada media (30/1).
Menurut Edy, massa terpaksa digeser karena pihak aparat keamanan yang hanya berjumlah belasan orang tidak memberikan perlindungan kepada massa.
“Mereka tidak berusaha menahan orang-orang dari perusahaan yang menyerang massa. Kami juga heran mengapa aparat yang mengamankan aksi kami sedikit sekali sehingga ketika kejadian penyerangan dan pengejaran korlap-korlap kami mereka tidak berdaya, padahal dalam pemberitahuan kami sampai massa aksi sekitar 500 orang,” ujarnya.
Edy menjelaskan, bahwa aksi yang mereka lakukan hanya untuk menyampaikan petisi, namun disambut secara represif oleh kelompok orang yang diduga preman.
“Sikap dan tindakan ini semakin memperkuat dugaan bahwa banyak ketidakberesan dalam aktivitas perusahaan manufaktur tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut Edy menekankan, pihaknya akan mengkoordinasikan kembali dengan Komnas PPLH dan elemen masyarakat untuk pergerakan selanjutnya yang perlu diambil. Tindakan represif dilakukan oleh pihak yang mencoba menutupi pelanggaran-pelanggaran yang ada dengan mencoba memberikan tekanan dan ancaman secara fisik.
“Negara ini berdasarkan hukum. Dengan tindakan tersebut, kita semakin yakin mereka mencoba menutupi pelanggaran aturan perundangan. Untuk itu, kita akan segera menentukan langkah selanjutnya,” tutupnya.