JAKARTA – Film Dirty Vote kini menjadi perbincangan publik di Inonesia. Namun momentum film ini dirilis tidaklah tepat.
Film ini sendiri memiliki niat untuk mengkritisi pemerintahan. Pengamat politik Citra Institute Efriza mengatakan, film ini memiliki nilai luhur akademisi yang patut diapresiasi. Hanya saja munculnya Dirty Vote justru menghadirkan polemik.
“Malah menghadirkan polemik dengan tuduhan seperti adanya kepentingan yang bermain dalam film ini,” ungkap Efriza kepada Rupol.co.
“Pernyataan mereka tidak lagi objektif, apalagi momentumnya dikeluarkan di hari pertama masa tenang pasca Kampanye. Ini malah menjadi blunder,” tambahnya.
Efriza mengungkapkan, hingga akhirnya menjadi polemik seperti siapa yang mereka bawa, murni untuk masyarakat atau salah satu pasangan calon (paslon). Kemudian ada emosi yang hadir di dalam kerisauan untuk bangsa ini atau ada kerisauan yang tersembunyi.
“Jadi saya mengapresiasi edukasi politkknya. Pernyataannya baik kok, terlepas pro dan kontra. Tetapi karena momentumnya tidak tepat. Sangat disayangkan, niat baik akhirnya menjadi blunder,” jelas Efriza.
“Presiden Jokowi salah, itu juga saya sampaikan berkali-kali. Tapi kita sebagai akademisi jangan terjerumus ikut salah. Bukankah kita ingin mengkritisi dan menolak sesuatu yang salah. Namun, bagaimana kita mau memperbaiki sesuatu yang salah, jika kita saja tidak tahu kesalahan kita,” tambahnya.
Jadi menurut Efriza, ini adalah kritik soal waktu yang salah di minggu tenang sebelum Pemilu 2024. Dia mengatakan, seharusnya bila ingin pun harusnya dilakukan satu bulan sebelumnya atau seminggu sebelum kampanye berakhir
“Meski niatnya penghakiman sekalipun, tapi akademisi tetap harus memberikan contoh yang baik. Sekali lagi saya setuju semua narasinya, mereka akademisi panutan, meski ada pro dan kontra, hanya sy koreksi waktunya saja,” kata Efriza.
Dia mengatakan, soal film, jelas ini tentang analisis penyajian peristiwa, dengan konsep proses dan realitas. Di mana penyajiannya menggunakan rangkaian materi-materi tersaji berdasarkan peristiwa.
“Apakah ini propaganda? Jika propaganda acap konotasinya negatif, saya lebih menganggap ini edukasi politik, kecemasan yang tinggi yang sedang disampaikan oleh para akademisi saya mendukung cara-cara edukasi ini,” kata Efriza lagi.
“Lalu apakah para akademisi ini punya kepentingan terhadap salah satu calon? Saya meyakini ia berdiri di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Jadi soal waktunya saja salah, soal edukasinya baik,” tuturnya.
I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.