JAKARTA – Sindiran terhadap Partai Solidaritas indonesia (PSI) beru-baru ini digemakan oleh wartawan senior Goenawan Mohamad. Dia menyindir bahwa PSI adalah contoh betapa membuat partai politik itu mahal dan dikuasai oligarki.
Bahkan dia mengatakan, kalau mau bikin partai harus jual diri seperti PSI. Goenawan mengatakan, PSI kekurangan dana sehingga harus jualan. Ini kemudian ditanggapi oleh pengamat politik Citra institute Efriza.
Dia mengatakan, sindiran itu sangat menohok dan menjadi bentuk keprihatinan dari internalnya. Menurutnya, Goenawan memiliki banyak jasa bagi PSI apalagi ia menyatakan dirinya kader PSI ketika menyindir.
“Kasus PSI Ini adalah bukti kecemasan dirinya melihat perkembangan era reformasi atas kemerdekaan kita berorganisasi, utamanya perkembangan kehadiran partai politik. Partai politik PSI yang awalnya dibentuk dengan keinginan besar PSI yang risau terhadap perkembangan partai politik, mereka mencoba menunjukkan reformasi partai politik,” kata dia.
“Ternyata PSI malah menjadi contoh partai politik baru yang tidak mencerminkan partai politik modern. Bahkan, PSI gagal menjadi teladan contoh reformasi partai politik,” tambah Efriza.
Dia mengatakan, ketika PSI menyadari tak lagi mampu menjalankan kehidupan organisasi kepartaiannya dengan narasi politik yang segar dan baru. Ketidakmampuan itulah menyebabkan partai ini mengutip Goenawan, PSI menjual partainya agar dapat menghidupkan kembali kehidupan organisasi kepartaiannya.
Partai ini bukan saja sudah gagal menunjukkan keinginanya dengan gagasan mereformasi partai politik, menjadi partai politik modern, tetapi juga PSI benar-benar telah menjadi partainya penguasa politik dengan slogan “PSI Partainya Pak Jokowi”.
“Jika setelah menjual diri, ternyata PSI tak lolos PT, menunjukkan PSI ambyar, karena sudah diakuisisi oleh ‘Penguasa Politik’ melalui Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum, menggunakan ikon Presiden Jokowi, juga ideologi Jokowisme-nya, ternyata partai ini masih berkategori partai gurem,” tutur Efriza.