JAKARTA – Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) yang diketuai oleh Surya Paloh mengaku tidak masalah menjadi oposisi. Namun, sebelum Nasdem, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sempat mengatakan akan menjadi oposisi.
Namun hingga hari ini PDIP belum menyatakan kepastian sikapnya. Menurut pengamat politik Citra Institute, Efriza mengatakan, PDIP saat ini ingin membuat “muka” Jokowi semakin “belepotan noda”. Ini dilakukan kepada jokowi secara personal maupun sebagai Presiden melalui hak angket dengan narasi kecurangan.
“Artinya, Jokowi sudah diberikan beberapa coretan noda seperti ia ingin mengawetkan kekuasaannya dengan narasi perpanjangan masa jabatannya, berikutnya kemaruk kekuasaan dan kader pembangkang dengan mengajukan Gibran,” kata Efriza.
Menurutnya, PDIP diyakini akan memilih oposisi ke depannya. Sebab, “dosa politik” Jokowi ditambah berupa melakukan reshuffle terakhir hal mana Presiden Jokowi mengangkat AHY sebagai menteri ATR/BPN. Ini menunjukkan Jokowi sudah tak memikirkan PDIP sama sekali. Tentu hal itu akan berbalas oleh sikap PDIP.
“Ini menunjukkan akan berat bagi Prabowo ketika dilantik, yang merupakan kelanjutan pemerintahan Jokowi untuk mengajak PDIP. Sebab, hubungan PDIP dan Jokowi bukan lagi berseberangan, atau sekadar tak akur, tapi sudah memungkinkan menghasilkan sakit hati dan kecewa. Bahkan, ‘kader durhaka’ kepada organisasinya dan simbol partainya Ketua Umum,” jelas Efriza.
Jadi, bisa dikatakan PDIP menolak gabung dengan Prabowo karena dianggap pemerintahan Prabowo “wajah” keberlanjutan Pemerintahan Jokowi apalagi jelas simbol Jokowi ada di Gibran. Memungkinkan Prabowo masih mencoba mengajak, Megawati enjoy saja bertemu Prabowo, tetapi enggan bersama di pemerintahan.
“Dan, jangan lupakan pula, PDIP jika sudah sakit hati terhadap personal ya, akan enggan bekerjasama, contoh saja hubungan PDIP dengan PD terjadi karena personal SBY yang saat itu menterinya mengkhianati Megawati selalu presiden, apalagi ini Jokowi dan keluarganya adalah kader PDIP tetapi mengkhianati Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum PDIP sekaligus ikon partai. Diyakini PDIP perlakuannya sama kepada Jokowi layaknya SBY dan PD, tak akan bisa disatukan,” jelas Efriza.
PDIP diyakini tak akan mau “putih muka”, ini tentang Martabat Partai, jadi oposisi PDIP memungkinkan tak perlu disampaikan terang-terangan karena menghormati Prabowo, bisa saja menolak secara halus, bertemu mungkin saja Megawati dan Prabowo, tapi tidak bersama karena ini tentang Jokowi dan Keluarganya yang mengkhianati Organisasi Partainya.
Efriza juga mengingatkan tentang alamarhum Taufik Kiemas, di mana setelah tidak ada ini sulit menyatukan hubungan yang retak antara PDIP dan Jokowi berserta keluarga yakni Kaesang, Gibran, dan Bobby. Meski ada Taufik Kiemas, sepertinya juga tak akan pula bisa disatukan oleh Taufik Kiemas, jika PD saat itu pernah memerintah dan PDIP pernah bersama di MPR karena Taufik Kiemas ini karena persoalan eksternal, tapi Jokowi dan PDIP ini adalah urusan internal, urusan pembangkangan kader, petugas partai terhadap perintah organisasi melalui simbolnya Ketua Umum Megawati.
Your article helped me a lot, is there any more related content? Thanks!