JAKARTA – Mahfud MD yang mundur dari jabatannya sebagai menkopolhukam apakah akan memiliki dampak bagi pasangan nomor urut 3 tersebut? Ini menjadi pertanyaan besar bagi para pendukung dan partai pengusungnya.
Meski PDIP mengaku tidak akan menurunkan elektabilitas Ganjar-Mahfud, namun setiap hal bisa terjadi dengan perilaku dan sikpa yang diambil oleh para calon ini. Menanggapi hal ini, poengamat politik dari Citra institute, Efriza mengatakan, pilihan mundurnya Mahfud jelas terlihat dipaksa oleh PDIP.
“Ketika meminta mundur Gibran dan Prabowo, malah PDIP tak mendapatkan simpatik masyarakat. Pilihan terakhir memang Mahfud dalam bahasa sarkas, ditumbalkan,” ungkap Efriza kepada Rupol.co, Kamis (1/2/2024).
“Agar marasinya berkesan sensasional berharap mendongkrak elektabilitas ditambahkan Mahfud Gentle loh. Seolah-olah dengan mundurnya Mahfud, maka pasangannya Ganjar-Mahduf satu kata, satu pemikiran, dan satu perjuangan. Memberi teladan. Itu harapannya,” tambahnya.
Sayangnya, jika membacanya dengan cermat dari proses dan realitas, yakni mempelajari berdasarkan dari berbagai peristiwa, malah Mahfud inkonsisten dalam dirinya. Menurut Efriza, konsisten bersama Ganjar tapi malah inkonsistensi atas keputusannya sendiri.
“Mahfud bukan tokoh yang kokoh pendirian, sosok pemberani, malah ia mengabaikan tanggungjawab, mengabaikan keputusan dirinya sendiri yang ingin tetap di pemerintahan menjabat Menkopolhukam karena demi rakyat,” kata Efriza.
“Mahfud tidak bisa menyarakan tak terobsesi kekuasaan, mundurnya ia demi dongkrak elektoral bukti dirinya tergoda dengan kekuasaan. Ia juga gagal membuktikan dirinya kokoh pendirian gak bisa direcoki siapapun dalam mengambil keputusan, ternyata Mahfud lebih memilih nyaman bak lakon politisi ketimbang seorang profesional,” tambahnya.
Efriza mengatakan, Mahfud malah membiarkan mundurnya dirinya, dipolitisasi melawan pemerintah, padahal narasinya ia menghormati Jokowi yang telah memilihnya. PDIP konferensi pers di DPP PDIP dengan bangga mendukung mundurnya Mahfud.
Menurutnya ini sangat nanggung, bahasa lirik lagu Meggy Z, ‘Terlanjur Basah Ya Sudah Mandi Sekali’. Ketimbang sudah satu pemikiran, satu perjuangan menjadi politisi berpredikat petugas partai lain mending gabung PDIP.
“Sayang loh jika Pak Mahfud tak berpartai, baiknya gabung dengan PDIP saja. Toh satu Mahfud cukuplah mengobati dua kader PDIP yang pergi yakni Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait,” kata Efriza lagi.
Jika dicermati soal mundurnya Mahfud, karena PDIP khawatir Jawa Tengah semakin kuat dirembesi oleh Gibran karena masih menjabat dan bekerja sebagai walikota Solo. Jika narasi mundurnya hanya untuk Gibran saja, sentimen negatif publik tinggi kepada PDIP.
Ini dikatakan Efriza, memalukan Citra PDIP, sebab sebagai partai penguasa, partai peringkat pertama, partai lama, malah baper. Maka narasi mundur yang terlihat bernilai positif di publik adalah tidak sekadar ke Gibran.
Namun bila narasi mundur hanya ke Gibran kelihatan sekali dimata publik PDIP cemas karena elektabilitasnya diposisi buncit artinya kemungkinan kalahnya semakin tinggi. Oleh sebab itu, dengan mundurnya Mahfud akan mengesankan dirinya sebagai sosok yang serius sebagai cawapres dan menghindari konflik kepentingan.
“Sayangnya Mahfud malah mengabaikan masyarakat, berjuang untuk kepentingan masyarakat, ia lebih mementingkan kepentingan diri dan kelompoknya untuk kekuasaan semata. Dan,.jika kita gunakan bahasa Sarkas, Mahfud bukan kader PDIP disuruh mundur,.lah kader PDIP malah disuruh bertahan, di mana gentlenya, itu namanya masih setengah hati,” tuturnya.