Jakarta – DPRD DKI Jakarta meminta Perumda PAM Jaya untuk mengakselerasi air perpipaan di Ibu Kota. Pengawas pemerintah daerah itu menganggap, masih banyak masyarakat yang menggunakan air tanah, bukan air perpipaan yang disediakan perseroan.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Yuke Yurike mengatakan, percepatan pipanisasi sangat diperlukan di Jakarta. Hal ini mengingat permukaan tanah di Jakarta dapat menurun 1-15 sentimeter per tahun, dan beberapa lokasi lainnya mengalami penurunan hingga 20-28 sentimeter per tahun.
Banyak faktor yang membuat permukaan tanah terus menurun, salah satu penyebab yang krusial adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan,” ujar Yuke dari keterangannya, pada Minggu (11/2/2024).
Yuke mengatakan, masyarakat Jakarta juga banyak yang mengeluh terkait sulitnya mengakses air bersih. Salah satu daerah yang sempat mengalami krisis air adalah Jakarta Utara yang dekat dengan pesisir, seperti Cilincing.
“Kami mendesak pipanisasi dan jangkau air bersih ke rumah-rumah agar hak mendapatkan air bersih itu bisa diwujudkan,” kata Yuke yang juga menjadi anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta ini.
Yuke mengaku, banyak yang meminta untuk dibelikan mesin penyedot air tanah. Meski berdampak buruk pada lingkungan dan airnya juga tercemar, warga tetap bersikeras memakainya karena air menjadi kebutuhan dasar rumah tangga.
Banyak pada minta dibantu beli mesin air, galiin sumur yang dalam karena air tercemar, sedangkan ke depan harus ketat penggunaan air tanah di Jakarta,” jelasnya.
Yuke mengaku, banyak yang meminta untuk dibelikan mesin penyedot air tanah. Meski berdampak buruk pada lingkungan dan airnya juga tercemar, warga tetap bersikeras memakainya karena air menjadi kebutuhan dasar rumah tangga.
“Banyak pada minta dibantu beli mesin air, galiin sumur yang dalam karena air tercemar, sedangkan ke depan harus ketat penggunaan air tanah di Jakarta,” jelasnya.
Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta ini juga mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan penggunaan air tanah. Apalagi pemerintah telah menerbitkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
Penggunaan air tanah itu telah dilarang di sejumlah lokasi sejak 1 Agustus 2023. Pada Pasal 2 dijelaskan, bahwa kriteria bangunan gedung yang dilakukan pengendalian air tanah di Zona Bebas Air Tanah.
Pertama luas lantai 5.000 meter persegi atau lebih dan kedua jumlah lantai delapan atau lebih. Untuk zona ini berada di lima wilayah Kota di Provinsi DKI Jakarta.
“Banyak warga yang kesusahan untuk mendapatkan air karena gedung-gedung tinggi yang ada justru juga memakai air tanah. Jadi ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah,” tuturnya.
Yuke meyakini, Perumda PAM Jaya dapat melakukan upaya-upaya untuk mengakselerasi pipanisasi. Harapannya pipanisasi 100 persen bisa lebih cepat dilakukan dari target yang ditetapkan pada 2030 mendatang.
“Banyak warga yang kesusahan untuk mendapatkan air karena gedung-gedung tinggi yang ada justru juga memakai air tanah. Jadi ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah,” tuturnya.
Yuke meyakini, Perumda PAM Jaya dapat melakukan upaya-upaya untuk mengakselerasi pipanisasi. Harapannya pipanisasi 100 persen bisa lebih cepat dilakukan dari target yang ditetapkan pada 2030 mendatang.
Apalagi, lanjut Yuke, Pemerintah DKI dan PAM Jaya telah melibatkan berbagai pihak dalam membangun sistem penyediaan air minum (SPAM). Pihak yang dilibatkan adalah Kementerian PUPR, Kemendagri dan PT Moya Indonesia.
“Saya yakin kalau ini dikerjakan dengan serius dan kerja nyata maka pipanisasi air bersih bisa lebih cepat dari target yang ditetapkan,” ungkapnya.
Diketahui, Perumda PAM Jaya akan membangun pipa baru sepanjang 7.000 kilometer sebagai ikhtiar 100 persen layanan pipanisasi pada 2030 mendatang. Saat ini, cakupan layanan PAM Jaya adalah 65,85 persen, dan membutuhkan suplai air baru sebesar sekitar 11.000 liter per detik.
Untuk jumlah pelanggan sebanyak 913.913, kapasitas produksi 20.082 liter per detik, panjang pipa 12.075 kilometer, dan tingkat kebocoran air atau NRW 46,47 persen.