JAKARTA – Banyak masyarakat yang masih menganggap surat suara dicurangi oleh oknum KPPS. Meski itu terjadi, ada kemungkinan oknum yang dibayar untuk melakukannya.
Sebab, setiap pemilih yang menggunakan hak suara mereka di TPS, biasanya petugas akan meminta untuk mencek apakah ada kerusakan atau tidak. Ini juga salah satu cara untuk mengurangi kecurangan.
Adanya dugaan kecurangan yang terjadi membuat paslon nomor 03 yang angkanya jauh dari perkiraan meminta hal tersebut di usut tuntas. Masalah ini ditanggapi pengamat politik Citra Institute Efriza.
Dia mengatakan rasanya biar mereka proses saja (pasangan nomor 03) dan masyarakat menghormati proses untuk langkah hukum. Namun, Efriza mengatakan bila pasangan 03 patut mengingat saat pemilu 2019 lalu.
Di mana kubu Prabowo kalah dari Jokowi dan mencoba mengajukan gugatan. Efriza menjelaskan, saat itu PDIP mengatakan ada perbedaan jumlah suara hingga jutaan.
“Saat itu, apa yang dikatakan oleh PDIP, perbedaannya jauh banget sampai tujuh juta, sudahlah berpikir untuk membangun bangsa dan negeri,” ujar Efriza sembari tertawa kepada Rupol.co, Selasa (20/2/2024).
Sekarang, dikatakan Efriza, semestinya sikap negarawan harus dilakukan oleh PDIP, bukan karena dia kalah, juga tidak mau terima. Artinya sikap PDIP peduli pada membangun bangsa dan negara tentu saja dipertanyakan meski mengajukan gugatan adalah hak hukum.
“Jadi jika prosesnya sudah baik, tak perlu dinarasikan ada kecurangan, itu sama saja tidak menghormati hak pilih rakyat, merekalah yang memberikan legitimasi. Kubu Ganjar dan Anies semestinya memikirkan lebih dalam untuk langkah keputusan lanjutannya,” kata dia.
Efriza berharap bahwa Pilpres adalah persaingan yang mana setiap kubu boleh panas, tapi sekedar rival bukan musuh, dan ini hanya sebuah kompetisi. Sebab, selesainya Pilpres adalah pasangan terpilih kembali lagi membangun bangsa dan negara.
“Itu adalah sikap negarawan bukan sikap ‘losser’, dan baper karena kalah, tidak sesuai ekspektasi dan harapan maupun impian,” kata Efriza.
Dia menambahkan, Pilpres ini pun diyakini hanya ramai di tingkat kalangan elite saja. Sedangkan di tingkat masyarakat diyakini lebih mengedepankan sikap toleran, tenggang rasa, menghormati, dan lebih mengedepankan Bhinneka Tunggal Ika.
Masyarakat diyakini yang masih bimbang dalam kategori undicided voters, lebih memilih senyap, seperti di media sosialnya sekalipun tetapi mereka bergerak membuktikan mereka adalah rakyat yang berkuasa, penentu kemenangan dalam Pilpres. Coblosan mereka per individu adalah bukti “punishment” dalam Pilpres itu ada.
“Jangan lupakan pula tersingkirnya Ganjar-Mahfud membuktikan masyarakat punya sikap, mereka penentu dari legitimasi sosok yang bisa dipercaya oleh mereka. Jadi urusan elite hanya teriak-teriak seolah rakyat bodoh, rakyat tak mengerti apa-apa, tapi mereka lupa rakyat membuktikan elitenya yang bodoh, mereka telah menentukan pilihannya tapi mereka saja tak berbesar hati menerima kekalahan,” kata dosen ilmu pemerintahan itu.
“Narasi etika, ternyata etika mereka berdemokrasi juga buruk, kalah tak bersikap negarawan, semestinya ucapkan dulu terimakasih kepada proses rakyat memilih bukan langsung menjudge ini curang. Jika curang lakukan langkah hukum, tapi biasakan dulu menghargai rakyat,” tambahnya.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?