JAKARTA – Kekalahan telak dirasakan oleh Ganjar Pranowo- Mahfud MD dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Pasangan ini hanya mendapatkan suara sekitar 16 persen dalam Pilpres 2024 yang berlangsung pada 14 Februari kemarin.
Namun dibalik pemilihan ini, pasangan Ganjar-Mahfud memiliki biaya kampanye terbesar dibandingkan oleh pasangan Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran. Di mana biaya pasangan Ganjar-Mahfud menggelontorkan dana sekitar Rp500 miliar.
Besarnya dana kampanye pasangan ini kemudian dikomentar oleh penamat politik dari Citra Institute Efriza. Dia mengatakan dengan biaya kampanye paling besar, ternyata tidak efektif untuk perolehan suara Ganjar-Mahfud.
Sebab jika ditelusuri lebih lanjut, penggunaan biaya kampanye besar ini menunjukkan bahwa pasangan Ganjar-Mahfud dan PDIP sudah menyadari pasca Jokowi berseberangan dengan partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Saat itu Jokowi melalui aksinya mengendorse Prabowo dan memperlihatkan PDIP menyadari suara pasangan Ganjar-Mahfud berpotensi diurutan buncit.
PDIP juga menyadari perlu melakukan aksi luar biasa untuk mendongkrak suara Ganjar dan PDIP.
“Jika diperhatikan dengan seksama memang Ganjar-Mahfud utamanya Ganjarnya yang tidak diterima oleh masyarakat. Sehingga pasca ditinggalkan oleh Presiden Jokowi, menyebabkan ekstra keras PDIP berjuang mendongkrak Ganjar,” kata Efriza kepada Rupol.co, Jumat (8/3/2024).
Efriza mengungkapkan, ini telah menunjukkan memungkinkan elektabilitas Ganjar saat itu tinggi karena faktor Jokowinya, efek ekor jas pemilih loyal Jokowi yang membuat Ganjar dianggap memikat masyarakat. Hanya saja ternyata Ganjar memang bukan sosok yang dipercaya oleh masyarakat, ia hanya capres populer di sosial media semata.
“Jadi biaya kampanyenya besar wajar, karena untuk mengusahakan perolehan suara PDIP dan Ganjar minimal bisa berada di posisi kedua, dengan prediksi berharap bahwa PDIP dan Ganjar lolos putaran kedua melawan Prabowo-Gibran. Hanya saja suara pasangan Ganjar-Mahfud diurutan buncit bahkan PDIP kehilangan sekitar kurang lebih 3 persen suaranya dari mengusung Ganjar-Mahfud dan tidak lagi didukung oleh Presiden Jokowi. Biaya kampanye besar PDIP dan Ganjar yang besar diurutan ketiga, adalah hal miris jika tidak ingin disebut memalukan, karena sebagai partai politik penguasa dua periode semestinya trend kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi tinggi seharusnya selaras dengan suara capresnya, artinya semestinya PDIP biaya kampanye minimal diurutan kedua karena partai politik penguasa, dan mirisnya PDIP malah terpental dari istana,” turut Efriza.
Dia menambahkan, biaya besar karena ingin mendongkrak suara pasangan Ganjar-Mahfud, malah yang ternyata pasangan Ganjar-Mahfud penyumbang kemerosotan perolehan suara PDIP dari 19 persen sekian menjadi 16-17 persen, artinya pasangan ini adalah faktor utama PDIP kehilangan 2-3 persen suara.