JAKARTA – Pemilu 2024, beberapa partai baru dan lama bersaing untuk mendapatkan kursi mereka di parlemen. Salah satunya adalah Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang semangat untuk meramaikan parlemen.
Namun, apakah dengan usianya yang masih muda yakni 2 tahun lebih, apakah PKN mampu lolos dan bersaing dengan partai-partai lama untuk ke parlemen? Efriza, pengamat politik Citra Institute mengatakan, sejak tahun 2019 partai baru sudah tidak lagi menarik bagi masyarakat, partai-partai baru tidak bisa menaklukkan PT sebagai syarat bekerja di Senayan.
“Penyebabnya tak ada tokoh politik terkenal sebagai ikon ataupun personalistik partai, rekam jejak kinerjanya belum ada, tidak adanya modal logistik yang besar, kedekatan dengan warga juga belum terbangun, mesin partai diberbagai tingkatan juga belum terbukti kinerjanya, tidak pula didukung caleg-caleg dengan tokoh nasional yang besar, ini permasalahannya,” kata dia kepada Rupol.co.
“Jadi sejak Pemilu 2019 muncul fakta, partai baru yes, mereka boleh bermunculan sebagai bagian hak asasi manusia dalam berorganisasi, tapi partainya lolos DPR di Senayan, katakan tidak,” tambah Efriza.
Meski begitu untuk lolos DPRD masih memungkinkan karena tanpa PT, ini menunjukkan PT sukses sebagai sarana membuat sistem multipartai sederhana dengan cara alamiah, meski terjadi pro-kontra dengan suara terbuang ya.
Melihat fakta ini semestinya, partai-partai politik baru, perlu pengaturan seperti diadakan sistem layaknya model liga sepakbola, biar partai politik baru memulai dari merebutkan suara DPRD Provinsi dan DPRD Kota, jika dianggap pantas baru naik ke level DPR. Begitupula yang awalnya partai politik itu di DPR ketika gagal maka partai itu wajib menerima konsekuensi degradasi untuk hanya ikut perebutan kursi DPRD Provinsi dan Kabupsten/Kota saja dengan melupakan pemilihan DPR.
“Agar partai-partai baru benar-benar serius bisa menjadi penantang untuk kursi DPR,” ujarnya.
Efriza menambahkan, jika dicermati secara seksama yang lolos sekitar delapan partai politik berdasarkan banyak hasil survei untuk masuk ke parlemen. Menurutnya, PKN hanya berkutat di angka dua koma, jadi bisa dikatakan bahasa sarkas, Partai Politik ini belum beruntung masuk Parlemen di Senayan coba sekali lagi.
“Sosok Anas Urbaningrum dam Gede Pasek juga tidak menjual, bahkan juga kader-kadernya yang menjadi caleg,” kata Efriza.
“Apalagi Gede Pasek juga jelas-jelas permah terbukti gagal sebagai sekjen Partai Hanura di Pemilu 2019 lalu. Jadi pengalaman ini menunjukkan ia tidak cukup mumpuni,” tambahnya.
Efriza menjelaskan, sekarang pun Anas Urbaningrum jelas-jelas memilih proses perenungan diri dulu pasca bebas dari penjara setelah menjalani hukuman atas kasus korupsi proyek Hambalang. Anas memungkinkan masih wait and see, untuk benar-benar serius di politik, meski jadi ketua umum sekarang ini.
“Artinya ia mau memastikan dulu pengalaman PKN. Sehingga partai ini pun rela tak memilih berpihak pada salah pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) artinya partai ini bak sedang menyelam ‘di dasar lautan dalam’ sebelum benar-benar menampakkan diri di permukaan dan daratan,” ungkapnya.
“Dan, jangan lupakan pula, jika PKN belum punya kekhasan untuk merangsang ketertarikan masyarakat, kecuali ‘dendam’ masa lalu Anas Urbaningrum kepada SBY dari Partai Demokrat yang dianggap aktor yang menjebloskannya di penjara. Hal ini tentu tak memikat bagi masyarakat,” tambahnya.
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.