JAKARTA – Anies Baswedan dalam debat terakhir, memperlihatkan kepuasan dirinya dengan jelas. Hal ini kemudian membuat pengamat mengomentari penampilannya di sesi akhir keseluruhan debat yang dilangsukan oleh Komoisi Pemilihan Umum (KPU).
Pengamat politik Citra Institute, Efriza mengatakan, Anies yang terlihat puas dan superior menurunkan tensi serangannya di sesi akhir. Namun, sasarannya ditambah dengan bahasa lugas kepada pmerintah seperti sindiran terkait bantuan sosial (bansos).
Efriza menyebutkan, Anies menggunakan kata etika meski disampaikan hanya sekali saar paparan visi dan misinya. Menurutnya, Anies kali ini juga menguraikan beberapa kali soal apa yang telah dikerjakannya sebagai Gubermur DKI.
“Misal, soal kesehatan, contoh satu ia bahas soal adanya jalur sepeda di Jakarta karena hasil karyanya. Jika dipelajari ia lebih banyak deskripsi akan pandangannya, ketimbang menjajikan sesuatu hal janji,” ungkap Efriza.
Dia mengatakan, soal pendidikan harus diakui itu “makanan” Anies, karena kaya akan pengalamannya di bidang pendidikan, dan memang buruk, konyol, dilakukan oleh Nadiem saat ini. Efriza mengatakan, beban kerja guru dan dosen amat besar, dan tak selaras dengan pendapatnya, apalagi untuk menuju sejahtera.
“Anies dalam menguraikan pendidikan lebih baik ketimbang dua kandidat lain, ia memang berlatar akademik jadi lebih terasa ia paham kesalahan manajemen pendidikan di negeri ini sehingga ia paham solusinya. Ini adalah point terbaik awal untuk Anies,” kata dia.
Menurut Efriza, beberapa pemaparannya hanya bersifat deskripsi, pemahaman terhadap permasalahan ia baik, seperti soal penyandang disabilitas, kekerasan terhadap perempuan. Mengenai Pendidikan juga ada satu bahasan yang langkah teknisnya tak tampak, sekadar deskripsi atas masalah saja, ini tampak dari pertanyaan Ganjar soal UKT yang jadi beban pendidikan menyulitkan mahasiswa sampai meminjam di Pinjaman Online (Pinjol).
“Anies diakhir segmen penutup hanya menunjukkan ia sudah bekerja keliling mendengarkan aspirasi masyarakat. Ia mendeskripsikan hasil kontemplasi dirinya tentang kondisi Indonesia. Ia membawa narasi untik menggugah hati masyarakat. Ia ingin menjadikan negeri ini penuh cinta kasih, memiliki sifat welas asih. Ia menjaniikan pemimpin yang baik bagi masyarakat,” kata Efriza.
“Anies diakhir segmen itu, ia lebih memilih tidak bersifat arogan, kasar, bahkan sejak awal debat. Tetapi tetap ia menggunakan bahasa konteks tinggi sehingga ketika ia hanya menyampaikan deskripsi tanpa langkah strategis akan melalukan apa, maupun tawaran solutif, tidak akan diketahui masyarakat karena narasi uraiannya yang panjang,” tuturnya.
Can you be more specific about the content of your article? After reading it, I still have some doubts. Hope you can help me.