Oleh : Raymon Lidra Mufti
Persaudaraan 98
Abstraksi
JAKARTA – Tulisan ini mengangkat isu krisis pangan, energi, dan air sebagai pemicu potensial peperangan antar bangsa di masa yang akan datang. Berawal dari eksplorasi samudera oleh bangsa Eropa pada abad ke-15, yang dimotivasi oleh kebutuhan akan sumber daya alam, tulisan mencermati sejarah monopoli dan penjajahan serta dampaknya terhadap ketersediaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Perjalanan waktu membawa kita ke masa kini, di mana krisis pangan global menjadi semakin serius sebagai dampak langsung dari perubahan iklim global. Lebih dari 40 negara terkena dampak, menciptakan ancaman serius terhadap keamanan pangan dan meningkatkan risiko konflik sosial. Faktor perubahan iklim, seperti yang dinyatakan oleh Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menjadi pemicu utama krisis pangan global, dengan konsekuensi sosial dan kelaparan yang meluas.
Selanjutnya, tulisan menyoroti krisis air dan energi yang semakin menjadi tantangan global.
Ketidakcukupan pasokan air dapat merugikan ekosistem dan manusia, sementara krisis energi, ditandai oleh keterbatasan sumber daya dan lambatnya transisi ke energi terbarukan, menambah kompleksitas masalah. Persaingan sumber daya menjadi pemicu ketegangan antar negara, dengan dampak langsung pada hubungan internasional.
Di tengah tantangan ini, tulisan menyoroti peran Dana Moneter Internasional (IMF) dalam mengatasi krisis pangan melalui keterkaitan antara perubahan iklim dan keamanan pangan. Langkah-langkah mitigasi perubahan iklim menjadi krusial, dan kesadaran tentang ketahanan pangan, air, dan energi mulai muncul di sebagian kecil penduduk dunia.
Solusi diusulkan melalui kolaborasi global dan tindakan konkret. Mendorong transisi ke sumber daya energi terbarukan, pengelolaan air berkelanjutan, dan investasi dalam ketahanan pangan di tingkat lokal dan global menjadi langkah-langkah kunci. Indonesia, dengan kekayaan alamnya, dihadapkan pada tantangan dan peluang yang besar.
Pentingnya manajemen sumber daya alam dan peran negara dalam menciptakan kekuatan yang diakui oleh dunia menjadi fokus, dengan penekanan pada kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai solusi yang potensial untuk dapat menjaga keamanan dan kedaulatan negara dari ancaman invasi global.
Dengan demikian, tulisan ini menggambarkan kompleksitas tantangan global yang dihadapi oleh manusia, menekankan perlunya tindakan kolektif, solusi inovatif, dan kepemimpinan yang efektif untuk mengatasi krisis pangan, energi, dan air serta mencegah potensial konflik di masa depan.
Pendahuluan
Sekitar abad ke-15 bangsa Eropa yang dimotori oleh bangsa Portugis dan Spanyol awalnya melakukan misi menjelajah samudera untuk mencari wilayah yang memiliki sumber daya alam yang mereka butuhkan karena sumber daya alam yang mereka miliki sangat terbatas dan telah hampir habis karena ekploitasi yang gila-gilaan saat itu, mereka menjelajah dengan membawa semboyan yang disebut Gold, Glory, dan Gospel, awalnya memang menjelajah, kemudian memonopoli dan akhirnya menjajah serta saling berperang diatara mereka untuk memperebutkan wilayah jajahannya yang kaya akan rempah-rempah dan sumber daya alam lainya..
Kemudian pada tanggal 7 Juni 1494 disepakati perjanjian Tordesillas oleh Portugis dan Spanyol, perjanjian ini merupakan gagasan dari Paus Alexander VI dari Vatikan yang berisi pembagian dunia antara dua kerajaan Katolik, Portugis dan Spanyol. Portugis mendapatkan wilayah di bagian Timur, sedangkan Spanyol wilayah Barat.
Setelah pembagian wilayah jajahan ini aksi eksploitasi sumber daya alam semakin masif dilakukan tertutama pada wilayah-wilayah yang telah mereka kuasai, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan yang sedemikian parahnya. Tambang-tambang minyak, batubara dan emas yang diolah dengan menggunakan air raksa dan limbah langsung dibuang kesungai, belum lagi penebangan hutan besar-besaran demi memenuhi tinggi permintaan akan papan untuk perumahan dan sebagainya.
Sekarang ketika terjadi banyak persoalan yang muncul akibat kesalahan-kesalahan dimasa lalu barulah kesadaran tentang ketahanan pangan, energi dan air itu muncul pada orang-orang atau badan-badan dunia yang concern terhadap issue ini. Setelah energi fosil mulai langka, ketika banyak negara yang penduduknya menderita kelaparan akibat kekeringan yang berkepanjangan serta semakin menyempitnya luas lahan pertanian barulah kita tersentak dari tidur dan mulai kalang kabut mencari jalan keluarnya.
Tantangan Masa Depan (FEWs : Food, Energy & Water sustainable)
Krisis Pangan:
Krisis pangan global semakin memburuk sebagai dampak langsung dari perubahan iklim global. Data terbaru (2023) menunjukkan bahwa sekitar 179-181 juta orang terdampak di lebih dari 40 negara, menciptakan ancaman serius terhadap keamanan pangan dan meningkatkan risiko kelaparan serta konflik sosial
Dampak Luas di lebih dari 40 Negara
Perkiraan menunjukkan bahwa krisis pangan telah melanda lebih dari 40 negara, mencakup wilayah yang luas di seluruh dunia. Angka sebanyak 179-181 juta orang yang terdampak menggambarkan skala luas dan seriusnya situasi ini
Kaitan dengan Perubahan Iklim
Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menegaskan bahwa perubahan iklim telah menjadi pemicu utama terjadinya krisis pangan global. Peningkatan suhu global telah merusak sistem pertanian, memberikan dampak negatif pada pasokan pangan melalui bencana alam, gangguan ekonomi, dan ketidakstabilan sosial
Konsekuensi Sosial dan Kelaparan
Selain meningkatkan risiko kelaparan, krisis pangan juga memicu konflik sosial. Terbatasnya sumber daya pangan menciptakan ketegangan di masyarakat, memperburuk kondisi sosial, dan meningkatkan potensi konflik
Upaya Mengatasi Melalui IMF
Dana Moneter Internasional (IMF) terlibat cukup dalam sebagai salah satu upaya mengatasi krisis ini dengan menjelajahi keterkaitan antara perubahan iklim dan keamanan pangan
Tindakan Mitigasi terhadap Perubahan Iklim
Langkah-langkah mitigasi terhadap perubahan iklim menjadi krusial. Mengurangi dampak negatif pada pasokan pangan melalui upaya mengendalikan suhu yang meningkat menjadi tantangan mendesak
Krisis Air:
Ketidakcukupan pasokan air memiliki konsekuensi serius yang merugikan bagi ekosistem dan manusia. Keadaan ini dapat memicu hilangnya keanekaragaman hayati karena banyak spesies memerlukan lingkungan yang stabil, termasuk ketersediaan air yang memadai. Penggundulan hutan juga menjadi dampak signifikan, karena hutan memiliki peran kunci dalam siklus air dan mempertahankan kelembaban.
Selain itu, kelangkaan air dapat memicu penggurunan tanah, mengubah wilayah yang tadinya subur menjadi gersang dan tidak produktif. Kejadian ini tidak hanya merugikan bagi pertanian tetapi juga dapat memicu konflik terkait sumber daya air yang semakin berkurang.
Secara global, saat ini ada 2 milyar orang (26% dari total populasi dunia) tidak dapat mengakses air minum yang bersih dan sehat dan 3.6 milyar orang (46%) kesulitan untuk mengakses sanitasi yang bersih dan sehat, (according to the report, published by UNESCO on behalf of UN-Water and released today at the UN 2023 Water Conference in New York).
Krisis Energi:
Sumber daya energi yang semakin terbatas, seperti terlihat dalam peningkatan konsumsi global, menimbulkan risiko ketidakberlanjutan. Selain itu, perlambatan dalam transisi ke energi terbarukan menambah kompleksitas tantangan energi global.
Sebagai contoh, Indonesia saat ini dihadapkan pada kesulitan memenuhi komitmennya untuk memiliki setidaknya 23% energi baru dan terbarukan pada tahun 2025, sementara masih menghadapi hambatan dalam mengadopsi sumber energi yang ramah lingkungan. Tantangan ini mencakup keterbatasan sumber daya manusia yang berpengalaman dalam energi terbarukan dan ketidakpastian investasi di sektor ini. Kesulitan ini memperumit upaya global untuk beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan, yang esensial untuk mencapai netralitas karbon dan keberlanjutan energi
Dampak pada Hubungan Antar Bangsa
Persaingan Sumber Daya:
Kompetisi yang sengit untuk mengakses sumber daya pangan, air dan energi seringkali menjadi pemicu ketegangan antar negara. Saat negara-negara bersaing untuk mendapatkan kontrol atas sumber daya krusial ini, risiko konflik dan bahkan peperangan meningkat secara signifikan. Contohnya, persaingan di industri pangan yang bernilai triliunan dolar dapat menciptakan perselisihan ekonomi dan politik di antara negara-negara.
Demikian pula, ketidakpastian dalam akses terhadap air, seperti yang tergambar dalam studi terkait risiko konflik terkait air, dapat memperburuk ketegangan geopolitik. Selain itu, perlombaan untuk mengamankan sumber daya energi dapat memicu konflik, terutama ketika sumber daya tersebut dianggap strategis dan mudah disalahgunakan.
Ketergantungan Ekonomi:
Negara-negara yang sangat tergantung pada impor pangan, air, dan energi berada dalam posisi rentan terhadap fluktuasi pasar dan manipulasi politik. Ketergantungan ini menciptakan tantangan serius dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sosial.
Pertama, impor pangan yang signifikan membuat negara rentan terhadap perubahan harga global dan ketidakstabilan pasokan. Faktor-faktor seperti bencana alam atau kebijakan perdagangan luar negeri dapat secara drastis mempengaruhi ketersediaan dan harga pangan, mengancam ketahanan pangan dan kestabilan sosial.
Kedua, ketergantungan pada impor air dapat menciptakan kerentanan terhadap krisis air, terutama jika negara tersebut mengandalkan sumber air dari negara lain. Perubahan iklim dan ketidakpastian geopolitik dapat mengancam pasokan air, dengan potensi dampak besar pada sektor pertanian, industri, dan kehidupan sehari-hari.
Terakhir, ketergantungan pada impor energi meningkatkan risiko ketidakstabilan ekonomi. Fluktuasi harga energi global, terganggunya pasokan, atau tekanan politik dari negara pemasok dapat menciptakan tantangan serius, mengakibatkan kerentanan ekonomi dan sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, diversifikasi sumber-sumber ini dan memperkuat ketahanan domestik menjadi krusial bagi negara-negara yang ingin menghindari ketidakstabilan yang dapat diakibatkan oleh fluktuasi pasar dan manipulasi politik.
Perubahan Iklim dan Migrasi:
Krisis pangan, energi, dan air memiliki dampak jangka panjang yang dapat meruncing menjadi perubahan iklim yang lebih parah. Produksi pangan yang memberikan kontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca serta kebutuhan energi yang terus meningkat dapat memperburuk krisis iklim global.
Sementara itu, ketidakpastian pasokan air akibat perubahan iklim dapat menyulitkan keberlanjutan hidup dan mengakibatkan migrasi massal penduduk. Akibatnya, tekanan pada sumber daya alam ini juga menjadi pemicu potensial untuk konflik migran, mengingat sumber daya yang semakin langka dapat memperburuk ketegangan antara komunitas. Krisis ini, jika tidak ditangani dengan serius, dapat menciptakan ketidakstabilan global yang lebih luas.
Dimasa depan, dunia akan dihadapkan pada beragam tantangan global yang mengancam stabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu tantangan terbesar yang patut diperhatikan adalah potensi peperangan yang muncul akibat persaingan memperebutkan bahan pangan, energi, dan air bersih. Fenomena ini dikenal sebagai “Nexus Pangan-Energi-Air Global,” di mana ketersediaan air menjadi faktor utama pembatas dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi yang terus berkembang.
Penting untuk menyadari bahwa sumber daya air, energi, dan pangan saling terkait dan memerlukan pendekatan berkelanjutan dan terintegrasi. Tantangan ini dapat meruncing sebagai hasil dari perubahan iklim, persaingan sumber daya alam, dan peningkatan populasi global. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah untuk mempromosikan keberlanjutan, efisiensi, dan kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi ketidakseimbangan ini.
Melalui pemahaman dan tindakan bersama, masyarakat global dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini, memastikan keberlanjutan sumber daya, dan mencegah potensi konflik yang dapat merugikan kesejahteraan manusia.
Solusi dan Kolaborasi Global
Transisi Energi Bersih:
Mendorong transisi ke sumber daya energi terbarukan menjadi suatu langkah krusial dalam mengatasi tekanan yang terus meningkat pada sumber daya alam. Pergantian dari sumber daya energi konvensional, seperti bahan bakar fosil, menuju energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, membawa manfaat signifikan dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan pembangunan ekonomi.
Keberlanjutan Lingkungan:
Sumber daya energi terbarukan, seperti yang dihasilkan dari tenaga matahari dan angin, memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan menyokong upaya mitigasi perubahan iklim.
Pemacuan Pembangunan Ekonomi:
Dengan memanfaatkan energi terbarukan, negara dapat mengurangi ketergantungan pada impor sumber daya energi konvensional, mengurangi risiko fluktuasi harga, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tekanan pada Sumber Daya Alam:
Transisi ini membantu mengurangi tekanan ekstraksi sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, seperti minyak bumi dan batu bara. Sumber daya alam yang terbatas ini dapat dialokasikan untuk kebutuhan esensial lainnya, meningkatkan keberlanjutan sistem ekologi.
Peran Kebijakan Efektif:
Pentingnya peran kebijakan yang efektif dalam mendorong transisi ini tidak dapat diabaikan. Kebijakan yang mendukung pemanfaatan sumber daya energi terbarukan, seperti biomassa dan energi rendah karbon, menjadi kunci dalam merumuskan langkah-langkah menuju keberlanjutan energi.
Dengan demikian, mendorong transisi ke sumber daya energi terbarukan bukan hanya langkah menuju energi yang bersih, tetapi juga investasi dalam keberlanjutan masa depan, mengurangi tekanan pada sumber daya alam yang semakin terbatas.
Pengelolaan Air Berkelanjutan:
Pengembangan kebijakan dan teknologi untuk pengelolaan air yang berkelanjutan dan efisien merupakan langkah krusial dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terkait akses air yang adil dan penggunaan sumber daya alam yang bijaksana. Melalui inovasi digital, seperti yang dibahas dalam artikel penelitian “Smart Technologies for Sustainable Water Management”, kita dapat mendorong efisiensi dalam manajemen air perkotaan.
Pentingnya inovasi juga tergambar dalam fokus Uni Eropa terhadap pengembangan teknologi dan praktik pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan dalam penggunaan air. Begitu pula, penerapan teknologi hijau, seperti yang dibahas dalam “Green Technologies for Sustainable Water Management”, dapat menjadi landasan untuk mencapai tujuan berkelanjutan dalam pengelolaan air.
Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap krisis kelangkaan air dapat ditingkatkan melalui pendekatan inovatif, seperti penggunaan perangkat pintar dalam irigasi, yang dibahas dalam artikel “Water Scarcity and Sustainable Water Management”. Semua upaya ini menciptakan landasan yang kokoh untuk manajemen air yang berkelanjutan, efisien, dan tangguh.
Ketahanan Pangan:
Investasi dalam ketahanan pangan lokal dan global memegang peranan krusial dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan pertumbuhan populasi. Salah satu strategi utama adalah diversifikasi produksi pertanian. Dengan mengadopsi strategi ini, pertanian dapat menjadi lebih tangguh terhadap perubahan iklim dan risiko penyakit tanaman. Diversifikasi juga mendukung keberlanjutan ekonomi petani, meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, dan mengurangi kerentanan terhadap krisis pangan.
Peningkatan teknologi pertanian merupakan aspek penting dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi sektor pertanian. Teknologi canggih, seperti sistem sensor untuk pemantauan tanaman, penggunaan big data, dan inovasi dalam pengelolaan sumber daya air, dapat memberikan solusi untuk meningkatkan hasil tanaman dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam. Selain itu, pengembangan varietas tanaman tahan terhadap hama dan penyakit melalui rekayasa genetika juga menjadi bagian penting dari peningkatan teknologi pertanian.
Investasi berkelanjutan dalam ketahanan pangan melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan menerapkan strategi diversifikasi produksi dan mengadopsi teknologi pertanian inovatif, kita dapat membangun fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan masa depan dalam penyediaan pangan yang melimpah (food estate).
Peran dan posisi Indonesia
Sementara itu, Indonesia, sebagai negara yang secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudera serta dilintasi oleh garis khatulistiwa, menampilkan kekayaan alam yang luar biasa. Dari permukaan bumi hingga kedalamannya, Indonesia memiliki sumber daya alam yang beragam.
Di samping itu, karena posisi geografisnya yang unik, Indonesia juga menikmati curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini, ditambah dengan lahan pertanian yang sangat subur, membuatnya potensial menjadi lumbung pangan dunia. Dengan sumber daya alam seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, timah, nikel, dan kayu, Indonesia juga memiliki potensi untuk menjadi penyedia energi global. Sebagai hasilnya, Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran penting dalam menyediakan pangan, air, dan energi untuk dunia di masa depan.
Disisi lain, kondisi seperti ini sebenarnya sangat rawan terhadap ganguan kedaulatan dan keamanan negara Indonesia jika semua sumber daya yang ada tidak dikelola dengan baik. Tanah, air, dan udara merupakan aset penting yang harus dijaga secara efektif. Melalui kebijakan yang selaras, Indonesia akan dapat memitigasi risiko ini.
Peran negara menjadi krusial dalam menciptakan kekuatan yang diakui oleh negara lain. Sebagaimana diatur dalam kebijakan pertahanan nasional 2020-2024 (Gov’t Issues Regulation on 2020-2024 National Defense), manajemen pertahanan yang kokoh dan analisis perkembangan strategis menjadi landasan. Lebih lanjut, peran lembaga seperti Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) turut berkontribusi dalam mempertahankan integritas, kedaulatan, dan keamanan wilayah negara.
Di tengah isu-isu terkait kedaulatan udara Indonesia, langkah-langkah strategis perlu segera diambil untuk mengatasi pelanggaran wilayah udara dan intrusi udara yang dapat mengancam keamanan negara. Untuk mempertahankan kedaulatan udara Indonesia mau tidak mau harus memiliki skuadron pesawat tempur yang ditempatkan pada beberapa titik di wilayah kesatuan Republik Indonesia. Konsekwensinya pemerintah harus merogoh kocek yang sangat dalam dalam pengadaan alutsista khusus untuk matra udara ini.
Mengapa kita membeli pesawat “bekas”?
Sebelum kita memulai membahas point ini sebaiknya perlu diperjelas dulu arti dari pesawat bekas disini, dalam dunia penerbangan sebenarnya tidak dikenal istilah pesawat bekas tapi istilah yang lazim dipakai adalah flying hours (jam terbang) dan perlu diketahui juga bahwa hampir 60% pesawat terbang sipil yang beroperasi di Indonesia itu adalah pesawat “bekas” tapi biasanya flying hours nya masih panjang.
Selain daripada flying hours ada beberapa ketentuan lain yang harus dipatuhi seperti yang diataur dalam aturan ICAO (International Civil Aviation Organization), CASR (Civil Aviation Standart Regulation) dan aturan “airworthiness standards” atau “aturan laik terbang.” Airworthiness standards adalah seperangkat regulasi dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pesawat terbang agar dianggap aman dan laik terbang oleh otoritas penerbangan sipil.
Dalam konteks ini, badan penerbangan sipil di berbagai negara memiliki peraturan yang menetapkan standar keselamatan dan kinerja yang harus dipenuhi oleh pesawat sebelum diizinkan untuk terbang. Aturan ini mencakup berbagai aspek, seperti desain pesawat, sistem kendali, struktur pesawat, peralatan avionik, dan prosedur operasional.
Setiap negara memiliki otoritas penerbangan sipilnya sendiri yang menetapkan aturan dan standar airworthiness untuk memastikan bahwa pesawat yang beroperasi di wilayah mereka memenuhi persyaratan keselamatan yang diperlukan. Sebagai contoh, Federal Aviation Administration (FAA) di Amerika Serikat menetapkan aturan Federal Aviation Regulations (FAR) terkait dengan airworthiness standards.
Penting untuk dicatat bahwa standar ini dirancang untuk melindungi keselamatan penumpang dan mencegah kecelakaan pesawat. Pabrik pesawat terbang harus memastikan bahwa pesawat yang mereka produksi memenuhi semua persyaratan airworthiness sebelum diijinkan untuk terbang. Demikian juga halnya dengan pesawat militer yang pasti memiliki aturan-aturan yang jauh lebih ketat dari pesawat terbang sipil.
Adapun alasan rencana pemerintah untuk membeli 12 unit pesawat tempur Mirage 2000-5 “bekas” adalah sebagai berikut, jika membeli pesawat tempur baru maka harus indent ( menunggu) beberapa tahun untuk bisa full dioperasikan diwilayah udara Indonesia (sekitar kurang lebih 3-4 tahun), mulai dari proses pemesanan unit sampai dengan “transfer of technology” , sementara kebutuhan akan penjagaan keamanan dan kedaulatan wilayah Indonesia sudah sangat mendesak.
Harga pesawat tempur baru jauh lebih mahal dari pesawat tempur “bekas” dengan perbandingan antara 1:2 sampai dengan 1:2,5. Mengapa harus membeli Mirage 2000-5 bekas Qatar padahal dulu pernah mau dihibahkan tapi ditolak? Logikanya mana mungkin ada hibah tanpa ada udang dibalik batu, ingat “ tidak ada makan siang yang gratis”. Serta beberapa alasan lainnya yang bersifat “high confidential” karena berhubungan dengan taktik dan startegi pertahanan keamanan Indonesia (rahasia negara)
Untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam menjaga keamanan dan kedaulatan Indonesia dari ancaman invasi global, sosok pemimpin yang kuat, tegas dan berpengalaman dalam dunia militer menjadi sangat penting.
Pemimpin yang memahami secara mendalam konsep pertahanan dan keamanan negara akan dapat merumuskan kebijakan yang efektif. Kondisi ini membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memiliki keberanian dan integritas, tetapi juga kreativitas, disiplin, motivasi, antisipasi, jiwa kepemimpinan, semangat nasionalisme dan patriotisme, serta integritas yang tinggi.
Dalam konteks ini, pengalaman dan pemahaman yang matang tentang strategi pertahanan nasional, seperti yang dijelaskan dalam dokumen strategi pertahanan nasional Indonesia, menjadi kunci untuk menjawab tantangan keaman dan kedaulatan dimasa depan.
Dengan pengalaman dan jam terbang yang tinggi di dunia militer, Prabowo Subianto menjadi sosok yang sangat pas dan mumpuni untuk memimpin Indonesia ke depan. Sebagai seorang purnawirawan jenderal angkatan darat dan sekarang menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo telah membuktikan kepemimpinannya yang tegas, berprinsip, karismatik, dan berorientasi pada tugas.
Evaluasi positif terhadap keahlian Prabowo dalam kepemimpinan, keterampilan militer, pengetahuan yang tinggi, dan kemampuan mobilisasi massa juga turut memperkuat pandangan bahwa ia adalah pemimpin yang dapat diandalkan. Dengan usia yang matang, Prabowo Subianto memiliki kebijaksanaan dan wawasan yang diperlukan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Dengan visi untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045, Prabowo harus muncul sebagai pemimpin yang dapat menggalang segenap elemen bangsa untuk mencapai cita-cita bersama. Oleh karena itu, dan melalui kepemimpinan Prabowo, kita dapat yakin bahwa bersama-sama dengan rakyat, bangsa ini akan diawal ke masa depan yang lebih gemilang dan sejahtera.