JAKARTA – Isu menteri dari PDIP mundur dari jabatannya santer di masyarakat. Bahkan sudah banyak tersebar di media massa dan media sosial dewasa ini.
Apalagi baru-baru ini Menkopolhukam Mahfud MD mundur dari jabatannya untuk maju ke kursi calon wakil presiden (cawapres) bersama Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres). Pengamat politik Citra Institute, Efriza menanggapi isu tersebut.
“Semestinya PDIP menarik menteri dari kadernya untuk mundur itu baru benar narasi kata gentle. Jangan orang profesional karena jadi cawapresnya disuruh mundur, giliran kadernya mau mundur suruh bertahan. Itu namanya lelucon,” kata Efriza kepada Rupol.co.
Dia mengatakan, Mahfud sosok orang baik yang bekerja dengan komitmen yang tinggi. Sayangnya, PDIP justru mengambil hak masyarakat memiliki orang baik di pemerintahan. Mahfud diminta mundur hanya untuk ambisinya PDIP dan Ganjar yang sedang cemas menjelang pencoblosan karena posisinya Ganjar-Mahfud di posisi buncit.
“Lawak ini, semakin aneh, katanya Presiden Jokowi kadernya PDIP. Pemerintahan ini pemerintahan PDIP, harus dijaga, dilindungi, kenapa dikeroposi dari dalam,” jelas Efriza.
“Jadi sekarang lebih baik, lebih menarik jika kita mempertanyakan Mahfud disebut Gentle ya jika meninggalkan masyarakat? Mahfud gentle ya tak selesaikan jabatannya? Miris! Ini blunder, dari arogan PDIP menyuruh Mahfud mundur. Rakyat patut kecewa dengan sikap PDIP tak gentle mengawal pemerintahan ini. Lalu, ini pemerintahan siapa dong?,” tambahnya.
Meski begitu, Efriza menjelaskan, pemerintah mengambil sikap yang benar dengan menghargai hak asasi dari Mahfud yang mundur dari jabatannya. Bahkan Presiden Jokowi lebih baik jika narasinya disebut gentle ketimbangi PDIP, ia tidak mengambil momentum mengaduk perasaan masyarakat.
“Jokowi malah memilih sikap hormat menghargai sikap Mahfud. Jokowi tidak melakukan upaya politisasi untuk menghadirkan sentimen positif dan negatif dari publik,” kata Efriza.
Sehingga menurutnya, ini malah menunjukkan PDIP, blunder. Mahfud saat mundur dapat dikatakan sudah menjadi lakon politisi dalam baju profesional. Ini sangat disayangkan langkah Mahfud, hanya untuk 13 hari menjelang Pemilu, kemudian memilih mundur, ketimbang delapan bulan bekerja untuk masyarakat.
“Jika membaca situasi waktu, ini namanya sikap panik bukan gentle, panik karena sedang dalam posisi buncit,” kata dia sambil tersenyum.