JAKARTA – Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan di Aula Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Tapanuli Selatan (Tapsel), anggota Komisi III DPR RI, Hinca Ikara Putra Panjaitan, menegaskan bahwa penambahan usia pensiun Polri menjadi 60 tahun adalah langkah yang masuk akal dan perlu.
Dalam FGD yang bertajuk “Diskusi Partisipasi Publik dalam Penyusunan Revisi UU Kepolisian” ini, Hinca menyatakan bahwa penambahan usia pensiun sejalan dengan meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. “Jika tidak ada pengaturan penambahan usia pensiun, gugatan ke MK oleh polisi pasti akan dikabulkan. Prinsipnya adalah kesetaraan dan keadilan hukum bagi semua,” tegas Hinca pada Jumat (21/6/2024) pagi.
Lebih lanjut, anggota Fraksi Demokrat DPR RI ini juga mengungkapkan kebanggaannya atas berlangsungnya diskusi publik dalam penyusunan UU Kepolisian di berbagai kampus. Menurutnya, tradisi kritis dan akademis tetap terpelihara di Sumut. “Penjelasan saya, posisi Indonesia Emas 2045 akan rapuh jika kita tidak tata dari sekarang. Termasuk, menata Kepolisian ini. Kita perlu menata Kepolisian dari sekarang untuk menyongsong Indonesia Emas 2045,” imbuhnya.
Hinca menekankan bahwa revisi UU Polri terkait usia pensiun ini adalah upaya untuk mencapai persamaan, kesetaraan, dan keadilan hukum bagi semua institusi. Baginya, pada usia 58 tahun, seseorang masih memiliki kematangan dalam produktivitas, ide, gagasan, dan pemikiran. “Jika usia pensiun bertambah menjadi 60 tahun, berarti sama dengan Kejaksaan pensiun. Kita beri kesempatan untuk itu,” tandas Hinca dalam pembahasan revisi UU No.2/2002 tentang Polri itu.
*Dukungan dari Akademisi dan Masyarakat*
Rektor UM Tapsel, Muhammad Darwis, juga menyatakan dukungannya terhadap penambahan usia pensiun anggota Polri. Menurutnya, usia 60 tahun sangat relevan dan perlu mendapat dukungan. “Usia 20 tahun jadi polisi, nikah usia 25 tahun, pada usia 55 tahun jika langsung punya anak, anak baru berusia 20 tahun. Itu baru satu anak, bagaimana dua, tiga, atau lebih? Tentu usia masih produktif, namun sudah pensiun, tanggungan banyak. Saya dukung penambahan usia pensiun. Dan sangat masuk akal pensiun jadi 60 tahun,” ujar Darwis.
Dekan Fakultas Hukum UM Tapsel, Sutan Siregar, juga menyambut baik revisi UU Polri yang sedang dibahas. Ia menekankan pentingnya penyesuaian usia pensiun polisi dengan profesi lain seperti dosen dan guru besar, yang memiliki usia pensiun lebih tinggi. “Usia pensiun dosen sekarang 65 tahun, guru besar 70 tahun. Polisi juga seharusnya demikian. Usia hanyalah angka. Yang penting adalah produktivitas dan kontribusi mereka,” katanya.
*Perspektif Kesehatan*
Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Padangsidimpuan, Dr. Sri Wahyuni, selain mendukung revisi UU Polri, juga menjelaskan bahwa kesehatan polisi tidak hanya bergantung pada usia tetapi juga pada kebugaran fisik dan keahlian yang dimiliki. “Usia pensiun antara 60 hingga 62 tahun dengan syarat dan kriteria tertentu sangat kita dukung. Kesehatan bukan semata faktor usia saja,” ungkapnya.
Para perwakilan organisasi Peradi serta akademisi di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) yang turut hadir dalam FGD ini juga memberikan pandangan positif terhadap revisi UU Polri. Mereka sepakat bahwa perpanjangan usia pensiun dapat membantu memperbaiki rasio antara jumlah polisi dan masyarakat, sehingga pelayanan keamanan dapat lebih optimal.
*Kesimpulan*
Acara FGD di UM Tapsel ini menunjukkan adanya dukungan luas dari berbagai elemen masyarakat terhadap revisi UU Polri. Dengan berbagai pandangan dan argumen yang ada, diharapkan usulan penambahan usia pensiun Polri menjadi 60 tahun ini dapat segera terealisasi untuk kepentingan bersama.