JAKARTA – Bantuan sosial (Bansos) kembali digunakan dalam kampanye. Padahal badan pengawas pemilu (Bawaslu) sudah mengaskan tidak menggunakan bansos dalam kampanye calon legislatif (caleg) maupun calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Namun, pada kenyataannya bansos masih saja digunakan sebagai salah satu alat untuk kampanye. Hal ini mengusik berbagai pihak dan pengamat politik juga angkat bicara masalah bansos.
Efriza dari Citra Institute mengatakan, bansos dijadikan siasat untuk kepentingan kampanye. Dia mengatakan, ini artinya ada kesesatan berpikir dari politisi utamanya adalah pejabat.
Sebab, mereka yang paling mungkin turut andil menyalurkan bansos-bansos tersebut ke masyarakat.
“Bansos adalah program kerja pemerintah yang disepakati oleh legislatif untuk kepentingan masyarakat. Program Bansos tidak ada hubungannya dengan Pemilu. Meski di tahun pemilu dikucurkan, bansos kegunaannya untuk kepentingan masyarakat, dengan keputusan bersama antara legislatif dan eksekutif termasuk didalamnya adalah oposisi yang berada di Senayan,” ungkap Efriza yang dihubungi Rupol.co, Senin (15/1/2024).
Dia mengatakan bahwa Bawaslu juga sudah tegas menindak perilaku politisi jika menyelewengkan program bansos untuk kepentingan pemilu. Menurutnya, penyelewengan bansos sudah ditegaskan termasuk sebagai politik uang.
“Bawaslu juga dapat menggunakan Pasal 547 pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk menjerat perilaku yang melakukan politik uang dengan bansos. Pasal tersebut, sudah jelas mengatur bahwa setiap pejabat negara dengan sengaja membuat keputusan dan/atau menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam kampanye, dipidana paling lama 3 tahun dan denda maksimal sebesar Rp36 juta,” jelas Efriza.
Jadi, dikatakan Efriza, bansos adalah bagian dari kinerja dan realisasi program prioritas dalam kentuk belanja yang lumayan besar dari pemerintah untuk masyarakatnya secara langsung.