JAKARTA – Kasus Dugaan mafia tanah di Kemang memasuki babak baru, Jumat (9/10) kemarin pengacara beserta keluarga pelapor dipanggil untuk kembali melakukan gelar perkara lanjutan.
“Kami hadir sebagai kuasa hukum bersama anak korban. Hari ini telah dilakukan gelar perkara oleh Unit 1 Harda Polda Metro Jaya dengan melibatkan pihak eksternal yaitu Propam, Wasidik dan dari bidang hukum,” kata Risma dalam keterangannya usai gelar perkara.
Risma menjelaskan dalam gelar perkara itu Mereka ingin mengetahui ada kesulitan apa dari pihak penyidik, sehingga laporan dari tahun 2021 sampai sekarang belum bisa menetapkan tersangka.
“Padahal alat buktinya sudah lebih dari cukup, sebagaimana pasal 184 KUHAP mengatakan 2 alat bukti surat, saksi, keterangan ahli dan petunjuk,” jelasnya.
“Keterangan saksi sudah lebih dari 8, keterangan ahli dari UI bidang Kenotariatan dan surat berupa transaksi yang dapat dipastikan hasil rekayasa para terduga komplotan mafia tanah. Karena pada tanggal 29 November 2017 seolah-olah ada peminjaman uang, namun justru malah terkuras dan saldo rekening hanya tersisa 28 juta,” tambahnya.
Risma mengungkapkan kekesalanya dalam gelar perkara itu, dia menuturka dirinya sudah capek menjelaskan ke penyidik selama 4 tahun tidak mengerti juga. Alat buktinya sudah cukup, tersangka sudah jelas di depan mata.
“Bahkan tadi hadir terlapornya, jadi kalau meminjamkan uang konteksnya berbeda dengan jual beli, kalau jual beli harus ada pembayaran. Dan jika ada jual beli seharusnya kan sertifikat diserahkan kepada notaris,” tegasnya.
Dalam gelar perkara itu, risma menyebut terlapor feri mengatakan 2 sertifikat almarhum itu diserahkan Bank BCA Pondok Indah, lantas karena dia merasa sudah melakukan pembayaran kemudian dia ambil.
“Jadi saya sudah bilang ke penyidik kalau memang serius ini bukan perkara sulit, tinggal kemauan dari kepolisian karena objeknya jelas, terlapor yang menjadi tersangka jelas dan alat buktinya sudah lebih dari aturan KUHAP,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut dia juga mengatakan bukti dari pihak terlapor kami menduga itu palsu, karena sudah ada hasil dari Laboratorium Forensik Mabes Polri yang hasilnya bahwa pada tandatangan korban Reni Burhan itu palsu atau non identik pada semua akta-akta dan standing straction.
“Kami juga sudah jelaskan uang yang seolah-olah masuk ke rekening almarhum (korban) saat waktu yang sama uang itu di transfer juga kepada kelompok Arnold dkk,” ucapnya.
“Kami berharap negara ini adalah negara hukum tidak satupun orang kebal hukum, ketika semua bukti-bukti dan fakta sudah jelas maka harus segera ditetapkan tersangkanya, limpahkan ke Kejaksaan dan sidangkan. Biarlah Pengadilan yang membuktikan,” tutupnya.
Dilokasi yang sama, anak korban
Marcella Burhan Ali berharap agar semuanya cepat jelas karena ini sudah bertahun-tahun di proses namun tidak kelar-kelar. Sebab dengan adanya kasus ini ibu saya stres sampai mengakibatkan meninggal dunia, bahkan sertifikat sudah dibalik nama.
“Kami tidak pernah menerima pembayaran yang masuk, walaupun mereka katakan kita sudah terima pembayaran tetapi kenyataannya tidak,” tegasnya.
Marcella juga mengatakan Mereka juga pernah mendapatkan ancaman dimana rumah mereka dkepung sekitar 20 preman menggedor-gedor rumah, sampai kami ketakutan sekitar 11 malam.
“Jadi saya sangat berharap kepada kepolisian agar adil menegakkan hukum,” tutupnya.