Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra sambangi Gedung Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Senin (15/1).
Dengan memakai kemeja putih dan jas warna hitam Yusril datang untuk memenuhi panggilan Penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sebagai saksi meringankan atau a de charge terhadap Firli Bahuri mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Yusril mengatakan akan menjalani pemeriksaan secara kooperatif. Meski demikian Yusri mengaku tidak memiliki persiapan khusus atas panggilan tersebut.
” Tidak ada persiapan khusus, semua berjalan seperti biasa,” kata Yusril.
Di lokasi yang sama, Direktur Reserse Keriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak membenarkan pemanggilan Pakar Hukum Tata Negara, Yusri Ihza Mahendra ke Bareskrim Polri.
Selain Yusri, kata Ade ada saksi lain yang menjalani pemeriksaan serupa hari ini , namun Ade tidak menyebutkan berapa orang yang di periksa.
“Iya ada saksi lain yang menjalani pemeriksaan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Firli Bahuri, tersangka dalam kasus ini, telah mengajukan sejumlah pakar sebagai saksi meringankan.
Beberapa tokoh yang diundang sebagai saksi meringankan untuk Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo adalah Prof Romli Atmasasmita, seorang Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional Universitas Padjajaran Yusril Ihza Mahendra, seorang pakar hukum tata negara Suparji Ahmad, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.
Pemeriksaan telah dilakukan terhadap dua saksi meringankan, yakni Suparji Ahmad dan Natalius Pigai. Namun, dua saksi lainnya, Alexander Marwata dan Prof Romli Atmasasmita, menolak menjadi saksi a de charge Firli.
Romli Atmasasmita, yang merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional, menegaskan penolakannya karena ia adalah seorang ahli, bukan saksi.
Seharusnya mereka memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya, bukan untuk meringankan tersangka.
Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan berdasarkan Pasal 12 e, Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Keputusan ini merupakan respons terhadap peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2020 hingga 2023 di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Meskipun Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini belum ada tindakan penahanan yang dilakukan terhadapnya.
Proses penyidikan dan pengumpulan bukti masih berlangsung, dan pihak berwenang tampaknya belum mengambil langkah penahanan terhadap Firli.
Kasus ini terus mengalami perkembangan, dan publik menantikan langkah-langkah berikutnya dalam penegakan hukum terhadap dugaan pemerasan ini. (Suroso)